Senin, 06 Maret 2017

Cerita Gaib - Kisah Mistis Gunung Lawu

Cerita Gaib - Kisah Mistis Gunung Lawu - Hallo sahabat MISTERI GUNUNG JATI, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Gaib - Kisah Mistis Gunung Lawu, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Gaib - Kisah Mistis Gunung Lawu
link : Cerita Gaib - Kisah Mistis Gunung Lawu

Baca juga


Cerita-Gaib-Kisah-Mistis-Dari-Gunung-LawuCerita Gaib - Jalur Gunung Lawu, Gunung Lawu yang terkenal sangat angker serta menyimpan misteri dengan 3 puncak utamanya,
Harga Dumiling, Harga Dalem, dan
Harga Dumilah yang dimitoskan menjadi lokasi sakral di Tanah Jawa, Harga Dumiling sangat diyakini sebagai daerah pamoksan Ki Sabdoplon, serta Ki Noyo Genggong, Punokawan Prabu Brawijaya Pamungkas, Harga Dalem sangat diyakini oleh masyarakat setempat menjadi daerah pamoksan Pabru Bhrawijaya Pamungkas, Raja terakhir dinasti wijaya dari kerajaan Majapahit, dan Harga Dumilah sebagai daerah pertapaan sang ratu adil.

Konon ceritanya, serta disitu pun pernah ada seseorang pertapa muda yang kondang kesaktiannya, ia bernama Jaka Pamungkas, beliau ialah raja kerajan Mandala yang menurut cerita rakyat posisinya ada di daerah Gunung Lawu itu, tapi lokasinya sampai saat ini masih belum bisa terkuak, kerjaan misteri tersebut bernam kerajaan mandala, Surya Wilwa Tikta, Majapahit dua, Harga Dumilah pun penuh misteri yang kerap dipergunakan menjadi ajang olah batin kanuragan bertapa serta meditasi.

Kisah Sang Lawu

Cerita-Gaib-Kisah-Mistis-Gunung-Lawu
Konon kabar yang kerap beredar kabar bahwa Gunung Lawu sebagai pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa serta ada hubungan dekat dengan tradisi serta budaya keraton, semisalnya upacara labuhan setiap bulan Suro (satu muharam) yang dilakoni oleh Keraton mataram Yogyakarta dan Surokarto, dari visi folklore, ada kisah mitologi setempat yang menarik serta menyakinkan sebetulnya penguasa Gunung Lawu kini ialah Sang Ratu adil/Imam Mahdi/Kalki Avatar, sesampai memang lokasi tersebut begitu berwibawa serta berkesan sangat angker bagi warga setempat atau siapa saja yang bermaksud mesanggrah dan tetirah.

Siapa pun yang akan pergi ke puncaknya harus mempunyai pengetahuan yang paling utamanya ialah peraturan-peraturan, tabu-tabu, weweler yang tertulis yaitu larang-larangan untuk tidak boleh melakoni sesuatu, baik bersifat perbuatan mau pun perkataan, serta bila pentangan tersebut dilanggar oleh si pelaku diyakinkan akan bernasib naas.

Cerita ini di mulai pada masa akhir kerajaan Majapahit 1400 M, Alkisah, pada masa pasang surut kerajaan Majapahit, bertahta sebagai raja ialah Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng Kaping ke-9 (Pamungkas), 2 istrinya yang terkenal adalah ratu Suhita Ibunda pangeran bondan kejawen/lembu peteng, nenek moyang keraton mataram, serta putri campa atau Dewi Dwara Wati, Ibunda Raden Fatah atau pangeran Hasan Jimbun, Hasan/Fatah/Jinbun, sesudah dewasa menghayati keyakinan yang amat berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha, Jinbun Fatah seorang muslim, serta bersamaan dengan hilangnya Majapahit, Jinbun Fatah nekat mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi atau Demak Bintoro yang awalnya kadi paten.

Melihat kondisi dan situasi yang demikian itu, Masygullah Hati Sang Prabu, bisakah jaman kerta Majapahit bisa dipertahankan, sebab biar bagaimana pun pemegang syah putra mahkota ialah pangeran bondan kejawen/lembu peteng, yang ketika itu berguru di kompung tarub kec. tawang harjo, kab. grobogan porwodadi, tapi jiwa serta hati sang pangeran amatlah lembut, beliau mengiklaskan tanah Demak sebagai milik adiknya.

Tapi, sebeb itu, pangeran Bondan kejawen mengalah, menimbulkan emosi bagi iparnya ialah Giridriya Wardhana keturunan Kediri, sampai terjadilah konflik di dalam istana majapahit, serta membuat Prabu Brawijaya menghadirkan Raden Fatah di Demak, untuk meminta kepada Sultan Demak supaya bersedia kembali sebagai negara bagian dari Majapahit, dibawah pemerintahannya.

Namun, upaya Prabu gagal, sebab para wali tak menyetujui kewibawaan Islam dibawah non islam, pun sang Prabu Brawijaya sudah menjelaskan bukankah sesudah sang Prabu Raja-Raja Majapahit pun memeluk agama Islam menjadi Demak Bintoro, sebab putra Mahkota Majapahit ialah Pangeran Bondan kejawen ialah Muslim, tapi betul-betul usahanya yang sia-sia, para wali serta sentono Demak Bintoro tetap menolak untuk menjadi bawahan Majapahit sesudah menjadi negeri yang merdeka.

Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, ia pun akhirnya bermeditasi meminta petunjuk kepada Sang Maha Kuasa, serta Wisik pun hadir, pesannya: telah saatnya cahaya majapahit menghilang serta wahyu kedaton yang akan berpindah kekerajaan yang baru tumbuh dan masuknya agama baru (Islam) memang telah takdir serta tidak dapat terelakan lagi.

Pada malam itu jugalah Sang Prabu cuma disertai pemomongnya yang setia, Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton serta melanglang praja serta kemudian naik ke puncak Lawu, sebelum sampai dipuncak, ia bertemu dengan 2 orang umbul atau bayan/kepala dusun yakni Dipa Menggala serta Wangsa Menggala, menjadi abdi dalam yang setia 2 orang umbul tersebut pun tidak tega membiarkan tuannya begitu saja, niat dihati mereka ialah mukti mati bersama Sang Prabu, Syahdan, Sang Prabu bersama 3 orang abdi itu pun sampailah dipuncak Harga Dalem.

Ketika itu Sang Prabu bertitah: wahai para abdiku yang setia telah waktunya saya harus surut, saya harus pergi meninggalkan dunia ramai ini, kepada anda Dipa Menggala, sebab kesetiaan kamu kuangkat kamu menjadi penguasa Gunung Lau serta membawahi semua makhluk gaib (Jin,Peri dan sebangsanya) dengan daerah ke barat sampai daerah Merapi/Merbabu, ke Timur sampai Gunung Wilis, ke selatan sampai Pantai Selatan, serta ke Utara hingga dengan Pantai Utara dengan titel Sunan Gunung Lawu.

Cerita-Gaib-Puncak-Hargo-Dalem
Serta kepada Wangsa Menggala, kamu kuangkat menjadi patihnya, dengan titel Kyai Jalak, hingga pada suatu hari anak cucuku yang akan bertapa di dalam Gua Hargo Dumilah, dia ialah keturunan lembu putih (arab) serta lembu Peteng (Jawa), sehingga mengapa pangeran Bondan kejawen digelarkan pangeran lembu peteng sebab anak keturunanyalah yang akan selalu bertapa di Gunung Lawu, termasuk jaka pamungkas yang kini menjadi raja keraton lawu (mandala).

Suasana pun hening serta melihat drama semacam itu, tidak kuasa menahan gejolak dihatinya, Sabdopalon serta Noyo Genggong juga memberanikan dirinya berkata kepada Sang Prabu, bagaiman mungkin ini bisa terjadi Sang Prabu? bila demikian adanya hamba pun yang akan turut dan dengan Sang Prabu, hamba yang akan naik ke Harga Dumiling serta meninggalkan kedua orang tuan serta abdi itu pun berpisah di dalam suasanan yang mengharukan.

Singkat cerita Sang Prabu Barawijaya juga muksa di Harga Dalem, serta Sabdopalon beserta Noyo Genggong moksa di Harga Dumiling, tinggallah Sunan Lawu, Sang Penguasa Gunung serta Kyai Jalak, sebab kesaktian serta kesempurnaan ilmunya akhirnya menjadi makhluk gaib yang sampai saat ini masih setia melaksanakan kewajibannya sesuai Sang Prabu Brawijaya.

Tempat-tempat lain yang amat diyakini misterius oleh warga setempat selain 3 puncak itu adalah Sendang Inten, Sedang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka,pat kepanasan/cakrasurya, serta pringgodani, bagaiman situasi Majapahit sepeninggalan Sang Prabu? konon yang menjalankan tugas kerajaan ialah Prabu Girindriya Wardhana sesudah pangeran Bondan Kejawen tak bersedia meneruskan pemerintahan di kerajaan Puti dari kiageng tarub dengan Dewi nawang wulan (Legenda Rakyat Dewi nawang wulan ialah Bidadari).

Makam Lembu Peteng (Raden Bondan Kejawen) terletak ± 10 KM sebelah Timur kota Purwodadi tepatnya di Dusun Barahan, desa Tarub, kec.Tawangharjo, kab.Grobogan, yang sebagai salah satu obyek wisata ziarah yang dipunyai kec.Tawangharjo, Raden Bondan Kejawen sebagai anak menantu dari KA Joko Tarub, ialah suami dari Nawangsih (putri KA Joko Tarub + Dewi Nawang Wulan).
Cerita-Gaib-Gunung-Harga-Dumilah

Sedangkan tentang Prabu Mandala Sri Rajasa Jaka Pamungkas kini masih misteri sebagai apakah gerangan beliau, hanya legendanya ia pernah atau memang masih mengembara dibelahan bumi nusantara majapahit yang hingga kenegeri campa (rusia) diantara para musyafir yang pernah bertemu serta mengenal beliau berkata bahwa kini beliau sudah lama tak terlihat lagi, cuma cuma diantaranya mereka menjelaskan ia kerap di panggil Jaka Poleng, dengan ciri-ciri fisik berambut gondrong senang memakai pakaian adat jawa, serta mempunyai 2 tanda di kedua lengannya diantaranya Raja Kala Cakra, pun beliau mempunyai luka bakar, sedikit ciri-ciri fisik Sang Raja yang dituturkan oleh sejumlah orang yang pernah mengenalnya.

Masih banyak daerah-daerah bekas beliau bertapa diantaranya dipuncak merapi (Garuda)di Harga Jembangan Gunung Muria, Gunung Sumbing, Gunung selamat, Gunung Kelir Muria, Gunung Kelud, Gunung Semeru dan masih banyak lagi tempat-tempat yang lainnya, yang paling mencolok ialah di desa Gentan Surojoyo, Pencongan sertaNgadirogo, kec. Sapuran Wonosobo, ketiga desa tersebut berjejer serta waktu beliau disana bersama dengan permaisurinya ialah Ratu Satu Ratna Galih Candra Wiyana Ayu Ning Tiyas, beliau mempunyai dua orang ratu namun yang termashur ialah Sang Ratu satu (Ratna Galih Candra Wiyana Ayu Ning Tiyas).

Demikian artikel dari Cerita Gaib - Kisah Mistis Gunung Lawu, saya tutup sampai disini, dan juga silahkan di ikuti pada Cerita Gaib kami yang lainnya dan tentunya tidak kalah menarik untuk di ikut.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Cerita Gaib - Kisah Mistis Gunung Lawu

0 komentar:

Posting Komentar