Sabtu, 25 Maret 2017

Cerita Gaib - Misteri Mitos Pesugihan Gunung Kawi

Cerita Gaib - Misteri Mitos Pesugihan Gunung Kawi - Hallo sahabat MISTERI GUNUNG JATI, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Gaib - Misteri Mitos Pesugihan Gunung Kawi, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Gaib - Misteri Mitos Pesugihan Gunung Kawi
link : Cerita Gaib - Misteri Mitos Pesugihan Gunung Kawi

Baca juga


Cerita-Gaib-Misteri-Mitos-Pesugihan-Gunung-KawiCerita Gaib - Konon, barang siapa yang melakukan ritual dengan rasa kepasrahan serta mengharapkan yang sangat tinggi maka akan terkabul permintaannya, terutama menyangkut dengan masalah kekayaan, mitos seputar Pesugihan Gunung Kami ini sangat diyakini oleh banyak orang, teruma oleh orang-orang yang sudah merasakan 'Berkah' berziarah ke Gunung Kawi, akan tetapi bagi kalangan rasionalis positivis, hal ini sebagai isapan jempol belaka.

Biasanya lonjakan pengunjung yang melakoni ritual sering terjadi pada hari Jumat Legi atau hari pemakaman Eyang Djugo, serta tanggal 12 bulan Suro "memperingati wafatnya Eyang Sujo", Ritul dilakoni dengan meletakan sesaji, membakar dupa, serta bersemedi selama berjam-jam, berheri-hari, bahkan sampai berbulan-bulan.

Di dalam bangunan makam, pengunjung tak boleh memikirkan sesuatu yang tak bagus dan sangat disarankan untuk mandi keramas sebelum melakukan doa di depan makam, hal ini menunjukan simbol bahwa pengunjung harus suci lahir serta bathin sebelum memulai berdoa.

Selain pesarean seperti fokus utama tujuan para pengunjung, terdapat tempat-tempat lain yang dikunjungi sebab "dikeramatkan" serta sangat dipercaya memiliki kekuatan magis untuk mendatangkan keberuntungan, antara lain :

1. Rumah Padepokan Eyang Djugo

Cerita-Gaib-Rumah-Padepokan-Eyang-Djuego

Rumah padepokan ini semulanya dikuasakan kepada pengikut terdekatnya Eyang Djugo yang bernama Ki Maridun, ditempat ini terdapat berbagai peninggalan yang dikeramatkan punya Eyang Djugo, antara lain ialah bantal dan guling yang terbuat dari berbahan pohon kelapa, dan tombak pusaka semasa perang Diponegoro.

2. Guci Kuno

Cerita-Gaib-Guci-Kuno

Terdapat dua buah Guci Kuno sebagai peninggalan Eyang Djugo, pada zaman dahulu Guci Kuno ini digunakan untuk menyimpan air suci untuk pengobatan, warga kerap menyatakan dengan nama "Janjam", Guci Kuno ini kini diletakan disamping kiri pesarean, warga sangat meyakini bahwa dengan meminum air dari Guci Kuno tersebut akan membuat seseorang seperti awet muda.

3 Pohon Dewandaru

Cerita-Gaib-Pohon-Dewandaru

Di lokasi pesarean, terdapat pohon Dewandaru yang sangat dianggap akan memperoleh Keberuntungan, pohon ini kerap disebut dengan Pohon Dewandaru, pohon kesabaran, pohon yang termasuk sejenis Cereme Belanda ini oleh orang Tiong Hua disebut menjadi Shian To atau dengan Pohon Dewa, Eyang Djugo serta Eyang Sujo yang menanam pohon ini menjadi perlambang lokasi ini aman.

Untuk memperoleh "Simbol perantara kekayaan", para peziarah pun menunggu dahan, buah serta daunnya jatuh dari pohon, jika ada yang jatuh, mereka langsung berebutan, untuk memanfaatkannya seperti azimat, biasanya daun tersebut dibungkus dengan selembar uang kemudian di simpan ke dalam dompet.

Cerita-Gaib-Daun-Dan-Buah-Dewandaru

Akan tetapi, untuk memperoleh daun serta buah Dewandaru diperlukan kesabaran, hitungannya bukan cuma jam, tapi bisa berhari-hari, bahkan ada juga sampai berbulan-bulan, bila kamu sangat berharap mereka pasti akan terkabul, para penziarah yang akan datang kembali lagi ke tempat ini untuk melakoni syukuran.

Siapakah Sesungguhnya Eyang Djugo Dan Eyang Sujo?

Cerita-Gaib-Siapakah-Sesungguhnya-Eyang-Djuego-Dan Eyang-Sujo

Yang dimakamkan di dalam satu liang lahat di pesarean Gunung Kawi ini? menurut Soeryowidagdo pada tahun 1989, Eyang Djugo, Kyai Zakaria ll, Eyang Sujo, dan Raden Mas Iman Sudjono ialah bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro, di tahun 1830 pada saat perjuangan terpecah belah oleh siasat kompeni, serta pangeran diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke daerah Makasar, Eyang Djuga serta Eyang Sujo pun mengasingkan dirinya ke daerah Gunung Kawi ini.

Cerita-Gaib-Kelenteng-Kwan-Im-Di-Gunung-Kawi

Semenjak itu mereka berdua tak lagi berjuang dengan mengangkat senjata, namun mereka mengubah perjuangan melalui pendidikan, kedua mantan bahyangkara balatentara Pageran Diponegoro ini, selain mengajarkan cara bercocok tanam, pengobatan, olah kanuragan dan ketrampilan lainnya yang sangat bermanfaat bagi warga setempat, perbuatan serta karya mereka amat dihargai oleh warga di daerah itu, sehingga banyak warga dari daerah kabupaten Malang serta Blitar hadir ke padepokan mereka untuk menjadi murid atau pengikutnya.

Sesudah Eyang Djugo meninggal pada tahun 1871, serta Eyang Iman Sujo pada tahun 1876, para pengikut dan muridnya tetap menghormatinya, setiap tahun, para keturunan, pengikut serta juga para peziarah lain pada datang ke makam mereka melakoni peringatan, setiap malam Jumat Legi, malam meninggalnya Eyang Djugo, serta juga memperingati wafatnya Eyang Sujo, setiap tanggal 1 bulan Suro (muharram), ditempat ini selalu diadakan perayaan tahil akbar serta upacara ritual lainnya, upacara ini biasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih sebagai para keturunan Eyang Sujo.

Tak ada persyaratan khusus untuk berziarah ketempat ini, cuma membawa Bunga Sesaji, serta menyisipkan uang secara sukarela, akan tetapi para peziarah yakni, kian membanyak mengeluarkan uang atau sesaji, kian banyak berkah yang akan diperoleh, untuk masuk ke dalam makam keramat, para peziarah bersikap seperti hendak menghadap Raja, mereka berjalan dengan lutut.

Cerita-Gaib-Bunga-Sesaji

Sampai dewasa ini pesarean itu sudah banyak dikunjungi oleh berbagai kalangan dari berbagai lapisan masyarakat, mereka bukan saja berasal dari daerah Malang, Surabaya, atau pun dari daerah lainnya yang berdekatan dengan tempat pesarean, tapi dari berbagai penjuru tanah air, Heterogenitas di pengunjung seperti ini mengindikasikan bahwa sosok kedua tokoh ini ialah tokoh yang berkharismataik serta populis.

Akan tetapi disisi lain, motif para pengunjung yang datang ke pesarean ini juga amat beragam pula, ada yang cuma sekedar berwisata, mendoakan leluhur, melakoni penelitian ilmiah, serta yang paling umum ialah kunjungan ziarah untuk memanjatkan doa supaya keinginan cepat terkabul.

Wisata Ziarah Pesugihan Gunung Kawi

Cerita-Gaib-Wisata-Ziarah-Pesugihan-Gunung-Kawi

Pepatah populer dikalangan masyarakat Tiong Hua ini dapat menjelaskan mengapa Gunung Kawi di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, amat populer, Gunung Kawi bukan Gunung yang tinggi, cuma sekitar 2000 meter, pun tak indah, namun Gunung ini  menjadi objek wisata utama oleh masyarakat Tiong Hua.

Tiap hari ratusan orang Tiong Hua, termasuk orang pribumi naik ke Gunung Kawi, pada saat masa liburan plus dengan cuti bersama Lebaran ini amat ramai, sebab terkait dengan sebuah kepercayaan Jawa, Kejawen, maka kunjungan biasanya dikaitkan dengan hari-hari pasaran Jawa, Jumat Legi, Senin Pahing, Syuro, serta Tahun Baru.

Penginapan lebih dari 10 buah, dengan tarif Rp. 30.000 sampai Rp. 200.000, restoran Thiong Hua yang menawarkan sate babi serta makanan tak halal (Buat muslim), sangat cukup banyak, tukang ramal nasib, penjual kembang untuk nyekar, penjualan alat-alat sembahyang khas Thiong Hua, masih belum lagi warung nasi serta sebagainya.

Jika masuk makam dua makam tokoh yang sudah dijelaskan diatas, pengunjung yang harus membeli kembang, sebelumnya, bayar retribusi untuk Desa Wonosari Rp. 2000, terus, menyerahkan KTP ( kartu tanda pendudukan) atau identitas lainnya kepada satpam untuk di daftar nama dan alamat, ada sumbangan uang lagi namun sukarela, jangan kaget jika kamu menjumpai banyak sumbangan atau retribusi diaset wisata Kabupaten Malang ini.

Ketika masuk ke kompleks Gunung Kawi, nyaris 99 % warga keturunan Tiong Hua, anak-anak, remaja, profesional muda, sampai kakek-nenek, sahabat, orang-orang pada bersembahyang sepertinya di kelenteng, masuk ke makam, jalan kelilingi makam, sambil membuat gerakan menyembah macam dikelenteng, tak ada arahan atau instruksi, mereka semuanya melakukan gerakan-gerakan tersebut.

Hampir tak ada Thiong Hua tersebut yang beragama Islam, mengapa begitu menghormati serta sembahyang di depan makam Imam Soedjono serta Mbah Djoego? apakah mereka tahu siapa yang di dalam makam tersebut? masih belum lagi jika kita membahas secara teologi Islam atau Kristiani tentang boleh atau tidak melakukan ritual di Gunung Kawi.
 
Cerita-Gaib-Orang-Thiong-Hua-Sembahyang-Eyang-Djuego-Dan-Eyang-Sujo

Para pemandu wisata di Gunung Kawi berupaya tidak menyinggung kepercayaan atau Agama orang lain, selain sensitif, mereka tidak ingin bisnis mereka terganggu, harus diakui, masyarakat Wonosari memperoleh banyak berkah dari objek wisata Gunung Kawi, tidak sedikitnya penduduk mengais rezeki dikawasan Gunung Kawi, mulai pemandu wisata, penjual bunga, warung, satpam, parkiran, dll.

Selain berdoa sendiri-sendiri, yayasan dari Gunung Kawi menawarkan paket ritual tiga kali sehari, mulai dari jam 10.00, jam 15.00, jam 21.00, jam 21.00, ritual ini dipimpin oleh dukun atau tukang doa setempat, akan tetapi harus menggunakan sesajen untuk selamatan, siapa yang akan ikut harus mendaftar terlebih dulu diloket.

Tarif barang-barang selamatan ditulis dengan jelas diloket yang sangat bagus, ada dua tipe selamatan agar keinginan kamu (dapat rezeki, usaha lancar) tercapai, bagi mereka yang percayai.

     1. Pengunjung harus antre membeli keperluan ritual.
     2. Pesugihan Gunung Kawi.

Apa saja barang selamatan? berikut ini ada beberapa barang yang umum dipakai :

- Minyak Tanah
- Solar
- Minyak Goreng
- Beras
- Kambing
- Sapi
- Ayam
- Wayang Kulit
- Ruwatan
- Dll.

Melihat nilai rupiahnya itu, betul-betul membuat kita geleng-geleng kepala, berdoa saja kok mahal sekali? apakah ada jaminan menjadi kaya? apakah Tuhan perlu begitu banyak sayur, makanan, daging, wayang kulit, ruwatan? jika kita orang miskin gimana, tidak memiliki uang, apakah harus berutang untuk membeli barang-barang tersebut?

Diluar komplek makam, ada kelenteng Kwan Im, Lilin-lilin merah, besar, terus bernyala, puluhan warga Thiong Hua secara bergantian berdoa disana, disana juga ada ciamsi, tempat meramal nasib ala Thiong Hua.

Sekitar 6 kilometer dari kompleks makam ada pertapaan Gunung Kami, jalannya bagus, kompleks ini juga penuh dengan ornamen Thiong Hua, diruangan utama ada tiga dukun yang sudah siap menerima kedatangan tamu, berdoa supaya rezekinya lancar, akan tetapi sebelum itu, si dukun memberikan tarif selamatan yang jutaan rupiah seperti tertera di daftar harga diatas.

Demikian artikel dari Cerita Gaib - Misteri Mitos Pesugihan Gunung Kawi, saya tutup sampai disini, dan juga silahkan di ikuti pada Cerita Gaib kami yang lainnya dan tentunya tidak kalah menarik untuk di ikuti.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Cerita Gaib - Misteri Mitos Pesugihan Gunung Kawi

0 komentar:

Posting Komentar